<$BlogRSDURL$>

Monday, August 29, 2005

Date: Mon, 29 Aug 2005 14:35:14
Subject: Cak Nur Wafat
From: WH
To: MH

Dear MH,

Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun

Cak Nur, Nurcholish Madjid, telah meninggal dunia siang ini di RS Pondok Indah.

Semoga almarhum diterima segala kebaikan dan diampuni segala kesalahannya.

Salam,

WH

Tuesday, June 14, 2005

RE: Memorabilia
Date: Today 13/6/2005 12:42:28
From: MH
To: WH

WH:

Ku kira demikian. Hidup kini adalah kini. Sesuatu yang boleh jadi berbalut beban, tapi mesti siap dipikul.

Tapi ya, begitulah dulu pernah ku sintesakan bahwa hidup: adalah duka lama isi keju. Hampir mirip dengan komposisi penyusun keju yang makin lama di sekam makin hebat dinikmati bersama roti dan a cup- a cino.

Rasanya masih segar dalam memori, saat2 menanti bel pulang suasana pikuk didalam kelas. Dalam kondisi ketiadaan guru, kita menjadi bebas dan merasa hidup harus dinikmati dengan bersantai-santai, menulis surat untuk kekasih pujaan yang duduk di sebrang meja, atau beraktivitas liar di lapangan dengan 50 orang berkumpul merebutkan 1 bola yang arahnya lebih sulit ditebak ketimbang ditendang.

Kini hidup lebih dari sejumput kenangan. Sudah saatnya tidak harus kita gali terus sumur kenangan itu. Harus mulai kita pikirkan pokok tanaman untuk bekal kemudian. Telah begitu banyak kita nikmati tamasya hidup, menjadi kelana muda yang merdeka. Kurasa tiba, saatnya menjadi kembara santun.

Konon dalam pengembaraan hingga jauh ke negeri Eropah, Ajip Rosyidi merasakan rindu yg amat kepalang. Merasa sunyi jauh berpetualang, sendiri. Hingga dalam narasi puisinya (Di pantai scheveningen), Ajip bertutur:

...
Dipantai Scheveningen
Kerang dan siput
bicara dalam diam

...


Ta'zim,
MH

Re: Memorabilia
Date: Today 13/6/2005 12:09:39
From: WH
To: MH

Dear MH,

Secuplik kenangan masa silam berbalut putih abu-abu memang kerap mengharukan.
Apalagi ketika kenangan itu sampai di saat diri sedang berperih-perih dengan
dunia yang kini.

Betapa masa lalu dirindukan. Tak ada deadline, tak ada beban tanggungjawab
profesi, tak ada standar etis yang pelanggarannya bisa berujung di meja
hijau.

Masa lalu adalah ketika yang bebas beban. Momok terberat adalah ujian masuk
perguruan tinggi, yang terasa masih jauh di depan (bahkan sebulan sebelum
ujian pun masih terasa jauh).

Kegelisahan di masa itu adalah gelisah menanti dambaan hati melintas. Gelisah
menunggu guru datang atau tidak. Gelisah menanti bel pulang sekolah, agar
bisa segera berkelana.

Ah, tapi kini adalah kini. Dan kini lah yang harus kita hadapai dan jalani
setiap hari.

Tabik,

WH

Memorabilia
Date: Today 13/6/2005 08:48:13
From: MH
To: WH

Dear WH:

Saat melewati sebuah sekolah negeri di Bogor pagi tadi, sekelompok anak SMU kulihat bergerombol disisi jalan. Kelihatannya mereka satu dari jenis siswa SMU yg sebentar lagi akan segera landing dari sekolah menuju dunia luas. Sembari melakukan hal-hal 'anarkis-absurd' mereka terlihat kompak dus nyaman dalam kelompoknya.
Pernahkah kau terpikir lagi untuk kembali berstatus sebagai anak SMA dan 'menggelandang' dengan pakaian putih-abu2?

Nostalgik sekali Bung! Kita lewatkan banyak hal tragik, dan membuat simpul-simpul kenangan dimana-mana.

Rindukah kau untuk kembali muda, dan menimba kenangan di bangku kayu sembari menulis sajak dalam memorabilia buku hijau?

Nyaris! wajah-wajah kolega SMU melintas bak cuplikan hitam putih dari sebuah pertunjukan klasik di sebuah gedung penuh karat dan debu.

Salam,
Mh

Monday, June 13, 2005

(Untitled)
Date: Monday 13/6/2005 16:57:41
From: MH
To: WH

Monolog simpang jalan

Seorang anak kecil berokulele kecil, naik dari kemacetan lampu merah Tugu Kujang. Menyanyikan lagu riang Koes Plus:
'Begini nasib, jadi bujangan... Kemana-mana, tiada, orang yang melarang...'
Ia masih begitu kecil, baru 5 tahun saja kira-kira umurnya.
Menyanyikan lagu dengan okulele kecil dan menarik recehan dari tiap penumpang.
Sebelum turun, masih sepotong bait dari nada riang Koes Plus yang ia mainkan:
'Begini nasib, jadi bujangan... Kemana-mana, asalkan suka, tiada orang yang melarang...'

Setelah turun, dan menghilang dari kelebatan mobil-mobil
Nyanyian nya masih terngiang-ngiang di angkutan sesak ini.
Seorang bujangan, entahlah, menarik nafas panjang:
bujangan.
Apa iya, nasib riang alang- kepalang?

Sunday, June 05, 2005

RE: My new email address
From: MH
To: WH
Date: 6/6/05 10:31:34

Mudah2an demikian Bung!
Tapi, apak juga aku dihantam kerja sbg akuntan perusahaan.
Sibuk data dan nyaris diluar analitica Lab resultato :)

Siap lah, Bung! Meramaikan kembali diskusi apak kita yg sudah surut ini.
Balikkan lagi, ke titik zenith..

MH
Subject: Re: My new email address
From: WH
Sent: Monday, June 06, 2005 10:44 AM
To: MH


Ah, akhirnya!

existensi makin apak di dunia cyber bung! kalau alamat yg ini pasti yakin sampai ke dirimu kan?

WH
My new email address
From: MH
To: WH etc
Date: 6/6/2005 10:22:13

Dear All,

Kindly note my new email address.
Please do not hesitate to reach me at this email.

Kind regards,

MH
Cost Accounting Analyst

Wednesday, June 01, 2005

RE: Lightning crashes
From: MH
To: WH
CC: Pyar!

Date: 1/6/2005 13:36:07

Wh:

...kenangan adalah daily diversion yang patut dinikmati bagai secangkir cup-a-cino di kafe berkarat di bilangan Cilandak Town Square (Hidayat, 2005)...

Sintesa demikian, patut pula beroleh acungan tanda tanya.
Tapi, ah, itulah mungkin sintesa halus dari seorang kuli pc, macam kau, macam Amih -O-Dah
:
Kenangan, begitulah ia disebut2. Orang mengaguminya sebagai ksatria dari negeri kabut.
Untunglah kenangan tinggal di Negeri kabut. Tidak di Negeri Senja.
Karena bahaya, membiarkan kenangan menggelantung. Tak pernah pergi2.
Bagai Senja yg nyangkut di cakrawala. Di Negeri tempat senja gak pernah tidur. Tempat senja setia menggelayut.
Tempat senja tinggal spt dirumah sendiri.
Tempat senja istirahat.
Tempat senja kekal.
Tempat senja
di Negeri senja.

MH.

Ps: alamt elektrik dgn namaku sendiri mungkin akan 1-2 minggu lagi.
Re: Lightning crashes
From: WH
To: MH
Date: 1/6/2005 11:47:25

On Wednesday 01 June 2005 09:07, you wrote:
> Dear wh:
>
> ...Kenangan hanya intermezzo dikala dateline...
> Inilah sintesa baru wartawan-wartawan pemuja kenangan. Benar begitu? :)
>
> salam,
> mh

Dear Mh,

bisa jadi demikian. bagi para buruh digital yang terjebak dalam ruang kubus 1
x 1 meter, kenangan adalah daily diversion yang patut dinikmati bagai
secangkir cup-a-cino di kafe berkarat di bilangan Cilandak Town Square.

tapi jangan kau bilang kenangan itu basi. kilat akan ramai menghajar kau!
lightning crashes, a young mother cries. the angel open her eyes, pale blu
color iris and the glory of too high. ingat kau kita pernah mengusung lagu
itu dalam studio-studio apak dan berdebu di seputar 1995'an?

ah. masa lalu kadang perih tapi menjanjikan. atau justru masa depan yang
nostalgis tapi tak bisa dilepaskan?

salam untuk kenangan di simpang jalan. jangan lupa tanyakan padanya, kapan
pulang?

wh
-nb, alamat e-mail kau belum berubah?-
RE: Lightning crashes
From: MH
To: WH
CC: Pyar!
Date: 1/6/2005 09:07:28

Dear wh:

...Kenangan hanya intermezzo dikala dateline...
Inilah sintesa baru wartawan-wartawan pemuja kenangan. Benar begitu? :)

salam,
mh

-----Original Message-----
From: Pyar!
Sent: Tuesday, May 31, 2005 11:20 AM
To: MH
Subject: Re: Lightning crashes

kabar baik,
detlen dah kelar, finally, alhamdulillah...
ah, mengenang kenangan itu kan hanya intermezzo ajah di kala detlen..
now...i have to look forward...
"Hidupku adalah hari ini...."

MH wrote:

Dear Pyar!,

apa kabar? masih merajut harapan dgn benang2 kenangan?

Monday, February 14, 2005

No Subject
From: MH
To: WH
Date: 2005-02-08 11:22


Sedikit bertanya,
Seingat kau dulu, waktu wawancara dengan pihak detik (pemred- atau wapemred) pernahkah kau ditanya tentang novel atau karya2 Pramoedya ananta?

He..he iseng saja sih.. Cuma mau membuktikan perkataan di kompas, katanya pertanyaan ini point wajib yg mesti ditanyakan pada calon wartawan detik.

Salam,
MH

Ap kabar?

Pramoedya
From: WH
To: MH
Date: 14/02/2005 13:08:17


Hahahaha

Memang betul. Pertanyaannya (seingatku) kira-kira demikian:

Q: "Suka baca buku?"
A: "Iya"
Q: "Buku Apa?"
A: "Macam-macam. Sastra, Iwan Simatupang, puisi-puisi Sapardi. Novel-novel."
Q: "Sudah pernah baca Pram?"
A: "Belum. Tapi saya tahu Pram. Nanyi Sunyi saya pernah baca, tapi secuplik
saja."
Q: "Tetraloginya?"
A: "Belum."
Q: "Baca itu Pram. Bagus. Kalau belum baca Tetralogi-nya berarti belum baca
Pram."
A: "Iya."

Friday, January 14, 2005

Subject: RE: Seorang Ustadz Kutip Puisi Sutardji
From: MH
To: WH
Date: 14 Januari 2005 16:55:02


Ha! Agak kabur juga sekarang merentang seorang khatib dan seorang penyair berdeklamasi :)
Tapi, terkejut pulalah aku! Seorang khatib mengutip syair sastrawan. Terlebih, Sutardji yang di kutip. Dan kumpulan 'O, Amuk, Kapak' yg dipreteli. Tsck..tcsk..tsck..

Tapi, wajib pula ku pikir seorang Khatib di mimbar Jum'ah (yg konon sacral dan tak punya ruang untuk berpolemik kecuali menyuguhkan ayat-ayat suci) untuk juga menaruh kutipan yang mengena hadirin dari persepktif lain. Bahasa kerennya: new point of view, begitu.
Terlebih, jamaah mesjid yang kau masuki saat jum'ah siang tadi, adalah contoh sebuah komunitas 'modern' yang berangkat dari jenis : berijazah dan bergelar akademik. Pada golongan yang seperti itu, disamping sentuhan ayat-ayat Illahi, sentuhan hal-hal yang agak lain: seperti Sastra, teknologi, politik, atau science akan lebih mengena dan menawarkan sebuah rasa baru: segar, enak disimak dan jadi..obat kantuk!
Contohnya gampang saja: toh, kau sendiri rela mengabarkan hal demikian itu kepadaku, sebagai sesuatu yang menarik dan 'zander', kan?

Salam,
MH

Mungkin cahaya bulan Januari akan memamah hatiku dengan sinar kejamnya,
mencuri kunciku pada ketenangan sejati..
Soneta LXVI
Pablo Neruda

---

Subject: Seorang Ustadz Kutip Puisi Sutardji
From: WH
To: MH
Date: 14 Januari 2005 15:41

Dear MH sahabatku,

Tadi siang Sholat Jumat. Khatib bicara soal bencana Aceh, sempat juga
dikutipnya lirik Ebiet G. Ade.

Tapi yang lebih membuatku tercengang adalah, dikutipnya pula secarik Sutardji.

"kakiluka
lukakahkakikau
lukakakikau
lukakakikukah"

Sajak itu, ucap sang Khatib, mempertanyakan sifat empati dan ikut menderitanya
seorang saudara atas penderitaan yang dialami saudara lain. Ibaratnya Aceh
menderita, kita juga menderita.

Menarik juga, puisi yang relatif 'sekuler' itu dikutip oleh sang Khatib. Kalau
yang dikutip T. Ismail mungkin tidak terlalu heran aku. Tapi yang dikutip
Tardji, dari periode 'mabuk-mabukan'nya.

Menurutmu?

Salam,

WH
  • AsalUsulTemplate
  • This page is powered by Blogger. Isn't yours?